[1] KEBIJAKAN, HUKUM, DAN REGULASI


Kebijakan publik adalah keputusan yang diambil oleh pihak berwenang untuk mencapai tujuan negara. Menurut James Lester dan Robert Steward (2000), kebijakan publik adalah sebuah proses, bagian, atau pola aktivitas pemerintahan, atau sebuah tahapan yang dibuat untuk memecahkan masalah publik. Secara sederhana, kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang dibuat oleh negara sebagai cara untuk merealisasikan tujuan negara. Kebijakan publik memiliki tiga jenis, yaitu kebijakan publik formal, kebijakan publik konvensi, dan kebijakan publik ucapan.
           
Kebijakan publik yang pertama adalah kebijakan publik formal. Kebijakan publik formal merupakan kebijakan publik yang tertulis dan disahkan atau dilegalkan. Kebijakan publik formal dibagi menjadi tiga, yaitu :

1.              Perundang-undangan.
Perundang-undangan memiliki sifat dan tujuan untuk mengatisipasi, menggerakkan, mendinamiskan, membangun, dan memberi ruang untuk masyarakat berinovasi. Ada dua pola perundang-undangan, yaitu aglo-saxon dan continental. Pola aglo-saxon berupa keputusan legislative dan eksekutif. Indonesia menganut pola continental, kelebihannya yaitu undang undang bersifat makro (umum, mendasar), messo (menengah, penjelas pelaksanaan kebijakan), dan mikro (pelaksanaan). Namun, kekurangan dari pola continental adalah undan-undang kurang rinci atau kurang detail, dan terlalu kaku. Karena memiliki tiga sifat makro-messo-mikro, sehingga kewenangan membuat aturan menjadi kurang efesien.

2.              Hukum
Hukum memilliki sifat dan tujuan untuk melarang dan membatasi, sehingga diharapkan dapat tercipta ketertiban masyarakat. Kebijakan dalam hukum mencangkup hukum pidana dan perdata, hukum tata negara, dan hukum khusus. Keputusan dalam hukum terdiri dari keputusan mediasi (keputusan antara pihak yang bersengketa), keputusan pengadilan (keputusan yang diambil oleh hakim melalui proses peradilan), dan keputusan yudisial (keputusan yang dibuat oleh lembaga diatas lembaga pembuat keputusan pengadilan).

3.              Regulasi
Menurut Wilcox dan Sherpperd, regulasi adalah kebijakan formal yang diimplementasikan dalam suatu tatakelola, dimana ada asset negara yang diberikan pada pelaku usaha atau lembaga bisnis. Regulasi memiliki tujuan untuk alokasi, asset, dan kekuasaan negara oleh pemerintah kepada pihak nonpemerintah. Regulasi memiliki sifat umum (pemberian izin pada organisasi kemasyarakatan untuk menjalakan misi membangun masyarakat), dan sifat khusus (mengenai asset negara yang dikelola lembaga bisnis, infrastruktur publik, dan monopoli yang bersifat alami). Regulasi juga memiliki prinsip monopoli dan necessity of the service.

Regulasi sering disalahartikan sebagai peraturan sehingga muncul istilah deregulasi yang berarti mengurangi aturan. deregulasi merupakan pembebasan monopoli pada keadaan monopoli tidak alami. Regulasi muncul pada jaman mercantilism atau abad para pedagang dimana raja-raja di eropa memberikan hak khusus berdagang produk tertentu kepada para pedagang termasuk VOC. Regulasi modern muncul pada tahun 1670 di Inggris yang saat itu mengatur swasta yang memonopoli pelabuhan-pelabuhan Inggris.

Kebijakan Regulasi dianjurkan untuk berdasarkan pada:
1.     Berkenaan dengan kepentingan hidup orang banyak
2.     Monopoli atau oligopoly alami
3.     Berbasis alokasi kekayaan negara
4.     Berkenaan denga keselamatan Negara

Regulasi yang spesifik membutuhkan kebijikan regulasi yang khusus, berkenaan dengan sector energi, telekomunikasi, media komunikasi, penyiaran, air, transportasi dan industry strategis dan keamanan.

Konsekuensi dari regulasi bersifat khusus ini adalah tidak dapat diterapkan kebijakan perundangan persaingan yang bersifat umum, tidak dapat diterapkan kebiakan pembebasan perilaku usaha karena terdapat batasa ketat terhadap laba-laba, dan adanya control ketat dari badan regulasi terhadap industry.

Kebijakan regulasi harus ada Lembaga, komisi, atau badan regulasi yang bertugas untuk menetapkan fair of profit dan menetapkan a just and reasonable price structure.

Bentuk kedua dari kebijakan public adalah konvensi atau kebiasaan umum. Konvensi biasanya ditumbuhkan dari proses manajemen organisasi publik seperti upacara rutin, SOP-SOP tidak tertulis atau tertulis tetapi tidak diformalkan.

Bentuk kedua dari kebijakan public adalah konvensi atau kebiasaan umum. Konvensi biasanya ditumbuhkan dari proses manajemen organisasi publik seperti upacara rutin, SOP-SOP tidak tertulis atau tertulis tetapi tidak diformalkan.


Bentuk ketiga ialah, pernyataan dari pejabat publik di depan publik. Pernyataan pejabat publik harus mewakili lembaga yang ia wakili, sehingga setiap ucapannya harus brkenaan dengab tugas atau atas perkenanan lembaga yang diwakilinya. Pencegahan guna untuk mengurangi adanya human-error penyalah gunaan pernyataan pejabat  publik ialah membagi menjadi dua, yang pertama ialah pejabat negara, seperti Pejabat legislative, Pejabat yudikatif., Pejabat eksekutif, Pejabat Akuntatif, dan Pejabat lembaga publik semi-negara. Kelompok yang kedua ialah pejabat Administratif.


Pernyataan kebijakan publik yang disampaikan oleh pejabat public harus disampaikan pada forum resmi dan dikutip oleh media massa dan disebarluaskan oleh masyarakat luas. Jka para pejabat publik mengatakannya di ranah privat maka itu bukanlah sebuah pernyataan kebijakan publik, kecuali jika memang pejabat tersebut kembali mengemukakannya ke publik. Ucapan pejabat publik mengenai kebijakan publik harus berisikan :
1.     Berisikan kebenaran.
2.     Konsisten.
3.     Harus segera dilaksanakan oleh struktur bawahnya, harus sudah dikomunikasikan kepada struktur di bawahnya dan sudah siap dengan managemen implementasinya.
4.     Apabila mas berbentuk konsep atau rencana, harus disampaikan sebagaimana mustinya bahwa itu masih berbentuk konsep atau rencana.


Keempat kriteria tersebut harus dipenuhi oleh para pejabat publik, tetapi pejabat publik juga memiliki hak untuk tidak memberikan pernyataan publik, dengan tiga prakondisi yang ditegaskan kepada publik :
1. Yang bersangkutan memiliki kompetensi di bidang di mana ia diminta untuk memberikan pernyataan.
2.     Yang bersangkutan tidak cukup menguasai materi yang diminakan pernyataan; atau
3.     Isu yang diminta untuk pernyataan berkenaan dengan keamanan negara.


Selain kebijakan yang dilakukan secara verbal, gesture, mimik wajah dan perilaku seorang pejabat publik juga termasuk dalam kebijakan publik. Jika seorang pejabat berkelakuan semena-mena maka baahannya akan mengikuti pejabat tersebut. Sebaliknya, jika seorang pejabat bersikap rapi dan jujur maka bawahannya dan masyarakatnya pun akan meniru perilaku pejabat tersebut.

---

Comments

Popular posts from this blog

[7] KEBIJAKAN KOMUNIKASI DI ERA REFORMASI (BAGIAN 1 : PERS)

[12] KEBIJAKAN, HUKUM, DAN REGULASI BIDANG TELEKOMUNIKASI (FREKUENSI, INTERNET, DAN INFORMATIKA)

[10] KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK