[11] PERLINDUNGAN DATA PRIBADI


Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi memungkinkan setiap orang untuk dapat berhubungan tanpa batasan ruang dan waktu. Teknologi juga dapat dijadikan sebagai alat untuk mengumpulkan, menyimpan, memproses, dan memproduksi informasi secara cepat. Di sisi lain, hal itu juga memudahkan orang untuk mendapatkan data pribadi orang lain tanpa izin dari orang tersebut, dan disimpan bahkan disebarluaskan. Ini merupakan dampak dari teknologi yang memiliki sifat tanpa batasan, sehingga melanggar privasi orang lain. Namun, kini belum ada undang-undang mengenai perlindungan data pribadi secara spesifik.

Banyak kecanggihan teknologi yang memungkinkan terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan data pribadi. Misalnya, kepopuleran situs media sosial seperti facebook, dan twitter. Data pribadi pengguna media sosial tersebut dapat dengan mudah diakses dan disebarluaskan untuk kepentingan tertentu. Kemudian, e-KTP (KTP elektronik) yang merupakan program pemerintah juga memungkinkan warga negara dapat dengan mudah dilacak keberadaan dan aktivitasnya. Hal ini bisa berbahaya jika tidak ada undang-undang yang melindungi, karena data pribadi warga negara bisa saja disebarluaskan.

Aturan mengenai perlindungan data pribadi masih berupa Rancangan Undang-Undang (RUU). RUU yang mengatur perlindungan data pribadi dibuat untuk menghindari banyaknya pelanggaran atas privasi dan data pribadi setiap orang. Sehingga, setiap orang memiliki perlindungan atas data pribadinya agar tidak disalahgunakan dan disebarluaskan tanpa izin. (Draft naskah akademik : Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi)

Dalam bab 1 Rancangan Undang Undang Perlindungan data pribadi 10 Juli 2015, pasal 1 ayat 1, disebutkan bahwa data pribadi adalah setiap data tentang kehidupan seseorang baik yang teridentifikasi dan/atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik dan/atau nonelektronik. Pasal 1 Ayat 3, data pribadi sensitif adalah data pribadi yang memerlukan perlindungan khusus yang terdiri dari data yang berkaitan dengan agama/keyakinan, kesehatan, kondisi fisik dan kondisi mental, kehidupan seksual, data keuangan pribadi, dan data pribadi lainnya yang mungkin dapat membahayakan dan merugikan privasi subjek data

RUU Perlindungan data pribadi juga membahas mengenai penyelenggaraan data pribadi. Pasal 1 ayat 6 Penyelenggara data pribadi adalah orang, badan hukum, badan usaha, instansi penyelenggara negara, badan publik, atau organisasi kemasyarakatan lainnya. Pasal 1 ayat 9, penyelenggaraan data pribadi adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan yang dilakukan terhadap pribadi, baik dengan menggunakan alat olah data secara otomatis maupun manual, secara terstruktur serta menggunakan sistem penyimpanan data, termasuk namun tidak terbatas pada kegiatan perbuatan, perolehan, pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, penampilan, pengumuman, pengiriman, penyebarluasan, dan pemusnahan data pribadi (Draft RUU Perlindungan Data Pribadi 10 Juli 2015).

Dalam bab 2 pasal 2, dijelaskan bahwa asas UU ini adalah asas perlindungan, kepentingan umum, keseimbangan, dan pertanggungjawaban. Pada pasal 3 dijelaskan tujuan, yaitu :
  1. melindungi dan menjamin hak dasar warga negara terkait dengan privasi atas data pribadi,
  2. menjamin masyarakat untuk mendapat pelayanan dari pemerintah, pelaku bisnis, dan organisasi kemasyarakatan lainnya,
  3. mendorong pertumbuhan industri teknologi, informasi, dan komunikasi
  4. mendukung peningkatan daya saing industri dalam negeri.

 Adapun prinsip  penyelenggaraan data pribadi diatur dalam Bab 3 Pasal 5, yaitu :
  1. Pembatasan dalam pengumpulan data pribadi
  2. Kesepakatan
  3. Proses penyelenggaraan dan pengungkapan data pribadi harus sesuai dengan tujuan
  4. Kualitas data / integritas data
  5. Keamanan data pribadi
  6. Akurasi
  7. Akses Data
  8. Retensi
  9. Notice
  10. Choice
Dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan, pasal 84 Ayat 1, dijelaskan bahwa Data Pribadi Penduduk yang harus dilindungi meliputi Nomor KK, NIK, Tanggal/bulan/tahun lahir, Keterangan tentang kecacatan fisik/mental, NIK ibu kandung, NIK ayah, Beberapa isi catatan peristiwa penting (UU No. 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan).

Dalam peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik, aspek-aspek perlindungan data pribadi yang dibahas adalah aturan-aturan dalam perlindungan data pribadi termasuk dalam cara memperoleh, mengumpulkan, mengolah, menganalisis,menyimpan, menghapus, hingga menyebarluaskan atau membuka data pribadi seseorang dalam sistem elektronik. Hak dan kewajiban bagi penyelenggara dan pemilik data pribadi juga diatur dalam peraturan menkominfo ini.

            Untuk memperoleh data pribadi, data yang diambil dengan tujuan pengambilan data pribadi harus relevan dan dihargai privasinya. keakuratan dan kebenaran dari data pribadi harus sudah diverifikasi ketika menganalisis atau mengolah sebuah data pribadi. Segala kegiatan pengolahan data pribadi harus sesuai dengan ketentuan yang telah disebutkan dan disepakati sebelumnya oleh penyelenggara.

Tahun lalu, pendiri platform media sosial facebook Mark Zuckerberg  menjadi sorotan publik dengan kasus pembobolan data. Cambridge Analityca, sebuah perusahaan riset di Amerika Serikat ditemukan telah mengakses data pribadi sebanyak 50 juta pengguna facebook tanpa meminta ijin dari pemilik data tersebut. Data-data yang diakses oleh CA diduga digunakan untuk kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat pada tahun 2016 lalu. Kasus ini merupakan kasus pencurian data terbesar sepanjang sejarah (cnnindonesia.com).

Pada bulan Mei 2019 masyarakat Indonesia digemparkan dengan video yang disebrakan oleh akun Twitter. Dalam video tersebut, terdapat seorang pria yang menyatakan bahwa dia akan memenggal kepala Jokowi, Presiden Indonesia menjabat. Pria dalam video tersebut kemudian diidentifikasi sebagai pria bernama  Hermawan Susanto (HS), usia 25 tahun. HS kemudian segera diamankan oleh pihak kepolisian di kediamannya di Bogor pada hari Minggu 12 Mei 2019 (tagar.id). Akibat perbuatannya, HS terancam dengan pasal pidana berlapis. Di tengah kehebohan pemberitaan HS ini, akun twitter @ulinyusron menyebarkan data KTP seorang pria yang dia klaim adalah pria yang ingin memenggal kepala Jokowi tersebut. Dalam data tersebut terdapat data-data pribadi yang dapat dikategorikan ke dalam data pribadi sensitif, dimana penyebarannya tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Penyebaran data pribadi sensitif ada dalam RUU Perlindungan Data Pribadi Bab II Pasal 7, dimana disebutkan bahwa penyelenggara data pribadi dilarang dilarang mengumpulkan, mengolah, dan mengungkapkan data pribadi sensitif. Data pribadi sensitif sendiri menurut RUU Perlindungan Data Pribadi Bab I Pasal I No 3 adalah data pribadi yang memerlukan perlindungan khusus yang terdiri dari data yang berkaitan dengan agama.keyakinan, kesehatan, kondisi fisik dan kondisi mental, kehidupan seksual, data keuangan pribadi, dan data pribadi lainnya yang mungkin dapat membahayakan dan merugikan privasi subjek data.  

            Pelanggaran mengenai hak data pribadi juga dilakukan oleh Mendagri Tjahjo Kumolo. Tjahjo Kumolo diberitakan telah menyebarkan identitas pribadi seseorang yang mengkritik pemerintahan Jokowi di sebuah grup whatsapp yang berisikan wartawan-wartawan yang biasa meliput kegiatan mendagri (bbc.com). Aksi ini dianggap tak layak dilakukan oleh Tjahjo lantaran ia telah melanggar aturan penyebaran data pribadi dengan menyebarkan identitas orang tersebut.

Kemajuan teknologi informasi mempermudah kita dalam mendapatkan, tetapi kemudahan ini terkadang mengusik privasi beberapa orang. Salah satu contoh kasus tersebut adalah akun-akun gosip pada media sosial Instagram seperti Lambe Turah. Akun Lambe Turah kerap kali menyebarkan data-data pribadi tanpa adanya izin dari selebriti yang terkait. Akun tersebut sering mengunggah konten seperti berkas pribadi seperti surat gugatan cerai atau informasi yang bersifat privat dan rahasia. Eksistensi akun ini sangat tinggi hingga memiliki pengikut sebanyak 6,2 juta. Tetapi adanya akun ini membuat terutama para selebritis gelisah karena mereka menganggap mereka tidak lagi memiliki privasi lagi dan akun-akun ini terlalu ikut campur mengenai kehidupan mereka. Pada awal tahun 2018, netizen dihebohkan dengan foto KTP asli Lucinta Luna yang memiliki nama asli Muhamad Fatah dan berjenis kelamin laki-laki yang diunggah oleh Lambe Turah (Puspasari, 2018) . Dalam kasus ini, Lambe Turah melanggar UU Administrasi Kependudukan pasal 84 ayat 1, dan menyebarkan data pribadi sensitif seperti yang tertulis dalam RUU Perlindungan Data Pribadi pasal 1 ayat 3.

Regulasi mengenai perlindungan data pribadi masih berupa rancangan dan belum disahkan secara resmi. Namun, beberapa upaya telah dilakukan untuk melindungi data pribadi, seperti pembuatan aturan mengenai perlindungan data pribadi dibawah UU lain. UU tersebut seperti UU Administrasi Kependudukan, Pemendagri No. 61 tahun 2015 tentang persyaratan, ruang lingkup, dan tata cara pemberian hak akses serta pemanfaatan NIK, data kependudukan, dan e-KTP, dan Permen Kominfo No. 20 tahun 2016 tentang perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik.2016

Menurut “Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 20 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik” pasal 2 ayat 3 dan 4, menyatakan bahwa kerahasiaan sebuah data tergantung pada pemilik data pribadi tersebut lalu tujuan dan kebenaran data diakui oleh pemilik. Pada pasal 8 ayat 1, menyatakan bahwa penyelenggara sistem elektronik haru menghargai kerahasiaan kepemilikan data pribadi. Ketiga kasus ini mengambil data pribadi seseorang dan menyebarluaskan tanpa seizin dari pemilik data pribadi tersebut. Perundang-undangan mengenai perlindungan data di negara kami masih longgar sehingga oknum dapat berjalan melenggang dengan mudahnya walaupun mereka menyebarluaskan data rahasia yang bersifat pribadi.

Pada negara-negara di luar Indonesia, terutama pada negara maju, Data Protection Act negara lain cenderung lebih protektif dan lebih rinci dan dibandingkan dengan regulasi yang berjalan pada negara ini. Namun kelompok kami tidak dapat membandingkan hukum negara kami dengan negara lainnya. Kami akan mengambil beberapa kasus dan mengulas beberapa undang-undang di luar negara Indonesia. Regulasi Malaysia, kekhawatiran masyarakat adalah regulasi ini hanya mencakup penggunaan komersial data pribadi masyarakat, tetapi belum ada undang-undang mengenai perlindungan mengenai online privacy, atau pengambilan lokasi dan cookies mereka tanpa persetujuan pengguna (nst.com.my, February 2019). Lain tempat, seperti Singapura, kurangnya kesadara masyarakat mengenai pentingnya data pribadi menjadi kendala bagi negara Singapura ini. Pada sebuah artikel di NewNaratif.com bahkan menyebutkan bahwa masyarakat Singapura rela menukarkan data pribadi mereka untuk mendapatkan diskon atau hadiah undian (Juni 2018).

Berpindah ke benua yang berbeda, Negara Polandia sudah memberlakukan Data Protection Act pada tahun 1997 dan hingga saat ini masih terus-menerus direvisi sesuai dengan perkembangan teknologi dan internet. Revisi Terakhir adalah penambahan Pasal badan hukum yang melakukan penyebaran data pribadi masyarakatnya dapat dituntut pada jaksa penuntut umum diberlakukan per 1 Juni 2016. Sementara itu pada regulasi Denmark, pada regulasi mereka tidak menyebutkan sanksi yang konkrit, karena keputusan sanksi yang diterima oleh terdakwa berdasarkan keputusan hakim. Namun Perbedaan terbesar regulasi di Indonesia dan di Luar Negeri adalah sistem hukum yang berlangsung pada Indonesia dan keempat negara tersebut berbeda. Indonesia yang menganut sistem continental sementara itu, negara Malaysia, Singapura, Polandia dan Denmark menganut sistem hukum Anglo-Saxon.



Comments

Popular posts from this blog

[7] KEBIJAKAN KOMUNIKASI DI ERA REFORMASI (BAGIAN 1 : PERS)

[12] KEBIJAKAN, HUKUM, DAN REGULASI BIDANG TELEKOMUNIKASI (FREKUENSI, INTERNET, DAN INFORMATIKA)

[10] KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK